Asal Nama Banyumas – Diceritakan,
bahwa Adipati Wirasaba yang bernama Wargautama I (satu) memerintah
rakyat Kadipaten Wirasaba dengan arif dan bijaksana. Keberhasilan dalam
menjalankan pemerintahan membuat rakyat Kadipaten Wirasaba hidup makmur,
aman dan damai. Sepeninggal Raden Wargautama I, kedudukan digantikan
oleh menantunya, Raden Bagus Mangun atau Raden Semangun, yang disebut
juga Joko Kaiman, Putra Raden Banyaksosro. Raden Mangun disebut Raden
Wargautama II (dua).
Adipati Wargautama II membagi tanah
Kadipaten Wirasaba menjadi empat bagian untuk diserahkan kepada empat
orang putranya. Sejak itu beliau dikenal dengan sebutan Adipati Mrapat
artinya adipati yang membagi empat. Di kemudian hari keempat daerah ini
dikenal dengan istilah Catur Tunggal.
Tanah tersebuat di sebelah barat daya
Desa Kejawar. Di sana terdapat pepohonan yang bernama pohon tembangan.
Warnanya seperti emas.
Dengan berbagai pertimbangan dan saran
dari para cerdik pandai, akhirnya Adipati Mrapat memutuskan untuk
malaksanakan apa yang diwangsitkan, yaitu membuka hutan. Berangkatlah
Adipati Mrapat dengan rakyatnya yang setia dan siap berjuang membuka
daerah permukiman baru. Tidak terhitung berapa lamanya membuka hutan,
akhirnya selesai dan kota pun menjelma atau terwujud.
Setelah Adipati Mrapat wafat digantikan
putranya secara turun temurun. Berturut turut antara lain R. Ng
Mertasure i, R. Ng Mertayuda dan seterusnya.
Cerita kedua menyebutkan bahwa
ketika rakyat membangun pusat pemerintah kebetulan ada kayu besar hanyut
di Sungai Serayu. Kayu itu bernama pohon “Kayu Mas“. Kayu itu berasal dari Desa Karangjambu, Kecamatan Kejobong, Kawedan Bukateja, Kabupaten Purbalingga.
Anehnya, kayu itu berhenti tepat di
lokasi pembangunan. Adipati Mrapat tersentuh hati melihat kejadian itu.
Lalu diambilah kayu tersebut. Kemudian djaikan saka guru Balai Si Panji.
Karena kayu itu bernama kayu mas yang hanyut terbawa arit, maka pusat
pemerintahan yang dibangun tadi diberi nama “Banyumas” (air dan kayu mas).
Cerita ketiga adalah bahwa
dalam sejarah Toyamas disebutkan bahwa nama Banyumas adalah berhentinya
Adipati Mrapat dalam perjalanan mudik dari Wirasaba. Pada saat itu ia
melalui Kali Rukmi atau Kali Mas. Bersama para Nayaka Praja dan
Prajuritnya, ia berhenti di pertemuan Sungai Mas dengan sungai yang
lain. Disitu Adipati Mrapat membuat psenggrahan yang kemudian diberi
nama Banyumas.
Cerita keempat menyebutkan
bahwa nama Banyumas berasal dari kata banyu dan emas. Kata-kata itu
diceritakan oleh penduduk daerah tersebut secara bersaut-sautan. Konon
sebelum nama Banyumas daerah itu disebut Selarong. Kala itu Selarong
kedatangan seorang tamu dengan menunggang kuda. Selama di Selarong, tamu
itu bertingkah laku aneh, berbeda dengan adat istiada setempat. Oleh
karena itu, penguasa praja mengambil tindakan pengamanan. Tamu
dimasukkan dedalam bui atu penjara.
Pada saat itu kota Selarong sedang
dilanda kemarau panjang. Sumur-sumur kering. Aliran Sungai Serayu surut.
Untuk mendapatkan air sangat susah. Penduduk harus membuat belik-belik
di pinggir sungai. Sejak tamu itu dimasukkan ke dalam penjara secara
kebetulan tampaklah awan hitam di langit. Lama-kelamaan berubah menjadi
mendung. Suasana pun menjadi gelap dan akhirnya turunlah hujan dengan
lebatnya. Bukan main gembiranya penduduk Selarong. “Banyu…Banyu…Banyu...” dan yang lain berteriak kata-kata “Banyu Emas“.
Banyu Mas artinya air yang sangat berharga bagaikan emas. Sejak saat
itulah kota Selarong berganti nama menjadi Banyumas sampai sekarang.
Sejak kejadian itu, penguasa melepaskan
tamu itu dari penjara, dengan pertimbangan keadaan mulai tenang. Setelah
dibebaskan tamu itu langsung pergi ke Desa Dawuhan. Di sana ia berguru
kepada orang sakti bernama Embah Galagamba atau biasa disebut Ki Glagah
Amba. Kedua orang itu tinggal di Padepokan Dawuhan hingga akhir
hayatnya. Embah Glagah dan muridnya dimakamkan di Dawuhan.
Itulah beberapa cerita asal usul nama
Banyumas. Bukan tidak mungkin cerita asal usul nama Banyumas masih
banyak yang belum ditulis atau dibukukan.
Hari Jadi Kabupaten Banyumas
Adanya Kabupaten Banyumas tidak lepas dari kebijakan Raden Joko Kaiman
atau Raden Warga Utama II, yang membagi Kadipaten Wirasaba menjadi empat
bagian. Satu di antaranya adalah Banyumas. Oleh karena itu, hari jadi
Kabupaten Banyumas didasarkan pada hari diangkatnya Raden Joko Kaiman
menjadi Adipati Wirasaba VII.
Raden Joko Kaiman yang kemudian dikenal
dengan Adipati Mrapat diangkat menjadi Adipati Wirasaba VII pada hari
Raya Grebeg Besar (Mulud), yaitu tanggal 12 Rabiulawal 990 H. Hari
bertepatan dengan Jumat Kliwon tanggal 6 April 1582 M.
Bedasarkan alasan diatas, Pemerintah
Kabupaten Banyumas menetapkan hari jadi Kabupaten Banyumas pada tanggal 6
April 1582 M. Hari jadi tersebut dikukuhkan dengan Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 1980. (Dikutip dari : Buku Budaya Banyumasan)
Update Sedulurr
Mulai 2016, Hari Jadi Banyumas Adalah Tanggal 22 Februari
Yang bahaya bukanlah hal baru yang kita tahu, namun hal lama yang kita percayai dan ternyata salah “Mark Twain”
Banyumas : Mulai tahun 2016, peringatan Hari Jadi Banyumas akan jatuh
pada tanggal 22 Februari. Sebelumnya peringatan Hari Jadi Banyumas
bertanggal 6 April. Perubahan ini berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Banyumas Nomor 10 Tahun 2015 tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas,
Peraturan Daerah tersebut mencabut Perda sebelumnya No 2 Tahun 1990
tentang Hari Jadi KabupatenBanyumas.
Dengan perubahan hari jadi ini, ada perbedaan rentang waktu 11 tahun,
dimana Hari Jadi Banyumas yang baru ditetapkan 11 tahun lebih tua.
Sehingga mulai di tahun 2016 , Banyumas akan merayakan hari jadinya yang
ke 445.
Berikut ini kutipan informasi dan dasar perubahan tersebut dari website resmi Banyumas > Banyumaskab.go.id :
Bupati Banyumas ke 28 Kol Inf H Djoko Sudantoko pernah menyampaikan
bahwa pengkajian ulang hari jadi bukan hal yang tabu, melainkan justru
suatu keharusan, agar tidak mewariskan sejarah yang salah kepada
generasi penerus.
Apabila dikemudian hari ditemukan fakta baru atau ditemukan sumber
dokumen yang lebih kuat, lengkap dan akurat sehingga dapat
dipertanggungjawabkan menyangkut asal usul Kabupaten Banyumas yang dapat
menumbuhkan kebanggaan masyarakat Kabupaten Banyumas, maka hari jadi
yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi gugur, diganti oleh tanggal
hari jadi menurut fakta yang lebih dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya.
Dan karena telah diketemukan sumber dan dokumennya yang lebih kuat
maka DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2015, membentuk Panitia Khusus untuk
meneliti tentang Sejarah Hari Jadi Banyumas.
Berikut kami Cuplikan Laporan Pansus DPRD Kabupaten Banyumas yang
diketuai oleh Bapak H Bambang Pudjianto, BE dan menjadi dasar Penetapan
Perda Nomor 10 Tahun 2105 sebagai berikut :
Masalah yang paling hakiki dalam penulisan sejarah adalah didasarkan
atas fakta, dan fakta itu ditemukan pada sumber sejarah yang berupa
dokumen. Jadi, manakala dokumen itu tidak ditemukan, maka dengan
sendirinya fakta sejarah itu tidak ada. Jika suatu hal dipaksakan
sebagai suatu fakta, padahal tidak didasarkan pada sumber sejarah, maka
fakta itu pada hakikatnya adalah fakta yang tidak tepat. Sesuai dengan
logika tersebut, berarti penetapan tanggal 6 April 1582 sebagai Hari
Jadi Kabupaten Banyumas didasarkan atas fakta yang tidak tepat, karena
jika dilacak kembali, maka fakta itu tidak dijumpai pada sumbernya. Oleh
karena itu, 6 April 1582 ahistoris dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara metodologis.
Sejarah memang tidak pernah ditulis secara sempurna oleh generasi
manusia manapun karena sejarah adalah masa lalu yang sumber dan faktanya
tidak semuanya dapat disadap oleh sejarawan. Tentu sejarah akan selalu
ditulis kembali sebagai suatu karya penyempurnaan dari hasil yang
diperoleh generasi penulis terdahulu sehingga sejarah bukanlah sesuatu
yang pasti. Kepastian dalam sejarah itu bersifat relatif. Hal itu sangat
tergantung oleh keberadaan sumber-sumber sejarah yang bisa diperoleh.
Berdasarkan penelitian dan telaah yang mendalam, terdapat sebuah
Naskah yang sangat penting dan menentukan dalam kaitannya penelusuran
sumber sejarah untuk menentukan kapan hari jadi Kabupaten Banyumas yang
sebenarnya, naskah tersebut dikenal dengan nama :
“Naskah Kalibening”.
Pada waktu menjelang diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten DATI
II Banyumas tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas, sebagai Peneliti,
tidak memperoleh sumber yang tersimpan pada juru kunci makam Kalibening.
Sumber naskah Kalibening memang tergolong naskah sakral dan tidak
sembarang waktu boleh dibuka dan dibaca. Penelitian yang tergesa-gesa
tentu saja tidak memungkinkan Soekarto untuk membaca teks tersebut,
apalagi teks tersebut termasuk sulit bacaannya karena banyak tulisannya
yang rusak dan tidak terbaca, bahkan beberapa halaman dimungkinkan telah
lenyap.
Naskah Kalibening mencatat suatu peristiwa yang berkaitan dengan
penyerahan upeti kepada Sultan Pajang pada tanggal 27 Pasa hari Rabu
sore. Memang diakui bahwa teks Kalibening cenderung anonim, artinya
tokoh yang diceritakan tidak disebutkan namanya, tetapi jati diri
tokoh-tokoh itu bisa diinterpretasikan melalui perbandingan dengan
teks-teks yang lain. Teks Kalibening menyebut peristiwa penyerahan upeti
itu juga berkaitan dengan “Sang Mertua” (rama), sehingga tanggal
tersebut dapat dipakai sebagai patokan hari jadi Kabupaten Banyumas.
Sedangkan angka tahun yang dipakai adalah berdasarkan kesaksian teks
yang dikandung oleh
Naskah Krandji-Kedhungwuluh dan
catatan tradisi pada Makam Adipati Mrapat di Astana Redi Bendungan
(Dawuhan) yang menyatakan bahwa tahun 1571 adalah awal kekuasaan Adipati
Mrapat (R. Joko Kaiman), dan tahun 1571-1582 adalah periode kekuasaan
Adipati Mrapat. Jadi, tahun 1582 bukan merupakan tahun awal, tetapi
merupakan tahun akhir kekuasaan Adipati Mrapat. Di samping itu, tahun
1571 juga terpampang pada Papan Makam dan Batu Grip Makam Adipati Mrapat
yang masih ada pada tanggal 1 Januari 1984, setelah itu makam
direnovasi oleh Bupati Roedjito, renovasi tersebut telah menghilangkan
data tersebut.
Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka tanggal 27 Pasa tahun Masehi
1571 bisa ditetapkan sebagai hari jadi. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa bulan Ramadhan pada tahun 1571 Masehi jatuh pada tahun 978 H.
Setelah dihitung, maka ditemukan tanggal 27 Ramadhan 978 H dan setelah
dikonversikan dengan tahun Masehi, maka ditemukan tanggal 22 Pebruari
1571 Masehi yang bertepatan dengan Kamis Wage (Rabu sore).
Tanggal 27 Ramadhan 978 H atau tanggal 22 Pebruari 1571 Masehi,
ditentukan sebagai patokan hari jadi Kabupaten Banyumas berdasarkan
perhitungan tanggal dan hari dimana R. Joko Kaiman (Adipati Mrapat) yang
bergelar Adipati Warga Utama II diangkat atau ditetapkan oleh Sultan
Pajang sebagai Adipati Wirasaba VII menggantikan rama mertuanya yaitu
Adipati Warga Utama I (Adipati Wirasaba VI).
R. Joko Kaiman yang telah diangkat menjadi Adipati Wirasaba VII,
beliau membagi daerah kekuasaannya menjadi empat (sehingga R. Joko
Kaiman terkenal dengan nama Adipati Mrapat), yaitu :
a. Banjar Pertambakan diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirayudo.
b. Merden diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirakusumo.
c. Wirasaba diberikan kepada Kiai Ngabehi Wargawijoyo.
d. Sedangkan beliau merelakan kembali ke Banyumas dengan maksud mulai membangun pusat pemerintahan yang baru.
Daerah yang pertama kali dibangun sebagai pusat pemerintahan ialah
hutan Tembaga sebelah barat laut daerah Kejawar dan sekarang terletak di
pertemuan Sungai Banyumas dan Sungai Pasinggangan di Desa Kalisube dan
Desa Pekunden Kecamatan Banyumas.
Dengan demikian, tanggal 27 Ramadhan 978 H atau 22 Pebruari 1571
lebih bisa dipertanggungjawabkan karena ada sumbernya atau ada
dokumennya. Tanggal tersebut merupakan alternatif kuat untuk ditetapkan
sebagai hari jadi Kabupaten Banyumas sebelum ditemukannya sumber sejarah
yang lain yang lebih kuat.
Catatan :
Tanggal 27 Pasa (27 Ramadhan) yang tercantum dalam Babab Banyumas Kelibening yang berasal dari Naskah abad ke-16 atau 17 Masehi.
index :
Sugeng Priyadi. 1991. “Babad Banyumas Kalibening.”Laporan Penelitian. Purwokerto: IKIP Muhammadiyah Purwokerto.
Keterangan : Yang dimaksud Sang Mertua (rama) adalah Adipati Warga
Utama I (Adipati Wirasaba VI) atau juga dikenal dengan sebutan Adipati
Sedo Bener. Adipati Warga Utama I adalah mertua dari R. Joko Kaiman
(Adipati Mrapat) yang bergelar Adipati Warga Utama II.
Semoga informasi ini dapat menambah pengetahuan dan kecintaan kita terhadap Banyumas Satria.
(Banyumasku.com)